- Bacaan ruqyah dengan menggunakan ayat Al Qur’an, do’a yang syar’i atau yang tidak bertentangan dengan do’a yang dituntunkan.
- Menggunakan bahasa Arab kecuali jika tidak mampu menggunakannya.
- Tidak bergantung pada ruqyah karena ruqyah hanyalah sebab yang dapat berpengaruh atau tidak.
- Isi ruqyah jelas maknanya.
- Tidak mengandung do’a atau permintaan kepada selain Allah (semisal kepada jin dan setan).
- Tidak mengandung ungkapan yang diharamkan, seperti celaan.
- Tidak menyaratkan orang yang diruqyah mesti dalam kondisi yang aneh seperti harus dalam keadaan junub, harus berada di kuburan, atau mesti dalam keadaan bernajis. [14].
Dari kriteria-kriteria di atas dijadikan tolok ukur untuk dapat mengkategorikan mana praktek ruqyah yang benar dan mana yang menyimpang. Jika si pelaku menggunakan mantera-mantera yang tidak jelas maknanya, menggunakan do’a yang tidak dipahami, atau menyembuhkan dengan jalan memindahkan penyakit yang diderita ke hewan, maka hal seperti ini dikategorikan sebagai tindak perdukunan. Lebih terlarang lagi apabila di dalamnya menggunakan jampi-jampi yang jelas-jelas mengandung kesyirikan, meminta tolong pada jin, atau meminta agar kita menyembelih hewan tertentu untuk jin. Yang seperti ini jelas syirik. Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa beliau mendengar
Rasulullah bersabda,
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ “Sesungguhnya mantera-mantera, jimat-jimat dan pelet adalah syirik” |